Jumat, 16 September 2011

Brasil Dukung Palestina di PBB

Presiden Brasil Dilma Rousseff 
BRASILIA--MICOM: Presiden Brasil Dilma Rousseff akan mendukung permohonan Palestina atas status kenegaraannya dalam sambutan pada pembukaan perdebatan sidang Majelis Umum PBB pekan depan.

Juru bicara Rodrigo Baena menyatakan tidak merinci substansi komentar itu. Namun
mencatat kepada wartawan bahwa Brasil adalah salah satu dari beberapa negara yang sudah mempertimbangkan Palestina adalah sebuah negara dan "tidak akan ada perubahan dalam posisi itu."

Baena juga mengatakan, bahwa Rousseff akan mengadakan pembicaraan bilateral di sela-sela sidang Majelis Umum PBB, Selasa (20/9) depan, dengan Presiden AS Barack Obama dan Presiden Meksiko Felipe Calderon.

Pada Rabu, Rousseff akan menyampaikan pidato di Majelis Umum, dan dia akan bertemu dengan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy serta Perdana Menteri Inggris David Cameron. (Ant/OL-9)



Sumber : www.MediaIndonesia.com
Jumat, 16 September 2011 10:25 WIB

Chavez: Saya Akan Minta PBB Akui Palestina!

Presiden Venezuela Hugo Chavez saat di Gedung PBB, New York (PRWatch)
CARACAS - Presiden Venezuela Hugo Chavez mengumumkan dukungannya terhadap Otoritas Palestina yang hendak meminta pengakuan berdirinya Negara Palestina merdeka ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Ini adalah saatnya bagi Palestina untuk diakui sebagai negara," ujar Chavez, seperti dikutip Maariv, Kamis (15/9/2011).

Palestina pada 23 September mendatang hendak meminta pembaharuan terhadap statusnya di PBB yang saat ini adalah sebagai pengamat, menjadi negara anggota PBB. Mereka juga tengah berjuang mati-matian demi kemerdekaan negaranya.

Meski Amerika Serikat (AS) mengancam akan memveto tindakan Palestina, para petinggi Palestina tetap bersikeras akan meminta pengakuan penuhnya di PBB.

Palestina akan membutuhkan minimal 128 suara dari seluruh negara anggota PBB agar dapat memperbaharui statusnya. Untuk saat ini, Palestina mendapat dukungan dari negara-negara anggota Gerakan Non Blok (GNB), Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan juga Uni Afrika.

Rusia dan Arab Saudi bahkan sudah mendukung upaya Palestina meraih kemerdekaannya dan pengakuan di PBB.(rhs)



Sumber : www.okezone.com
Kamis, 15 September 2011 19:03 

Rabu, 14 September 2011

Perda Trotoar, 105 Ribu PKL Akan Tergusur

Pedagang Kaki Lima (VivaNews/Nurcholis Anhari Lubis)

Perda Trotoar untuk menertibkan penggunaan ruang publik.


VIVAnews - Rancangan peraturan daerah tentang Perizinan Tempat Usaha mulai disusun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penggunaan ruang publik yang tidak terkendali lagi, memaksa untuk segera ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) mengenai permasalah ini.

Peraturan ini juga dirancang untuk menertibkan pemakaian ruang publik seperti saluran air, trotoar, Bahu jalan, median jalan. Bila aturan ini diterapkan, maka yang pertama kali harus ditertibkan adalah pedagang kaki lima.

Dari data yang dimiliki Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), saat ini ada sekitar 105.000 pedagan di Ibukota. Sedangkan jumlah anggota resmi organisasi itu tercatat sekitar 32.780 orang. Angka ini tentu fantastis, dan mereka hampir ada di setiap pinggir jalan utama Jakarta. Dan kini mereka siap tergusur.

Seperti dikatakan Ketua APKLI, Hoiza Siregar, fenomena kegiatan perkonomian rakyat kecil memang terus berkembang. Pedagang kaki lima timbul karena kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata di Indonesia. Juga tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi.

Menurut Hoiza, sebaikan pemerintah melibatkan pedagang untuk menyusun aturan dalam peraturan tersebut. Agar kepentingan masyarakat juga terakomodir.

"Tidak pernah diajak, mereka mana tahu keinginan pedangang dan solusi dari permasalah ini. Semua ini kan kepentingan mereka," kata Hoiza Siregar saat dihubungi VIVAnews.com.

Sejak lama ruas jalan untuk pejalan kaki ini dimanfaatkan pedagang untuk berjualan, yang dulu dikenal dengan pedagang emperan. Aturan mengenai sarana untuk pejalan kaki sebenarnya sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda.

Peraturan pemerintah saat itu menetapkan bahwa setiap jalan yang yang dibangun harus menyediakan saran untuk pejalanan kaki. Lebar ruas jalan itu harus lima kaki atau sekitar 1,5 meter.

Keberadaan pedagang kaki lima memang jadi permasalah. Mulai dari menganggu lalu lintas, pedagang kaki lima kerap membuang limbah dagangan mereka di sungai dan saluran air terdekat.

Tapi keberadaan mereka masih sangat dibutuhkan, karena harga makanan dan barang dagangan yang mereka jual relatif murah. Dan dengan modal yang tidak besar, banyak orang yang akhirnya tertarik dengan bisnis ini. (adi)



sumber : www.vivanews.com (RABU, 14 SEPTEMBER 2011, 12:41 WIB)

Ibu Hamil Dilarang Tahu Jenis Kelamin Janin


Bukan semata-mata untuk kejutan, tapi demi menekan tingkat aborsi di kalangan wanita.



VIVAnews - Mudah bagi setiap wanita hamil untuk mengetahui jenis kelamin janin yang masih berada di kandungan. Namun, mereka yang bermukim di kawasan Uni Eropa mungkin harus menunggu hingga kelahiran untuk mengetahui jenis kelamin buah hatinya.

Dalam draf aturan yang tengah disusun Dewan Komite Uni Eropa menyebut bahwa dokter dilarang memberikan informasi mengenai jenis kelamin janin kepada pasiennya. Bukan semata-mata untuk kejutan, tapi demi menekan tingkat aborsi di kalangan wanita yang menginginkan anak dengan jenis kelamin tertentu.

Jika aturan itu nantinya berlaku, dokter dan suster atau pekerja medis lainnya di kawasan tersebut akan menghandapi ancaman penjara ketika nekat membocorkan informasi mengenai jenis kelamin janin di kandungan pasiennya.

Rancangan aturan itu juga menuai serangan protes dari sejumlah pekerja medis. Sebab, mengetahui jenis kelamin anak dalam kandungan adalah salah satu hak pasien.

Pendiri situs Mumsnt, yang fokus terhadap pengasuhan anak, Justine Roberts, juga kecewa dengan draf aturan itu. “Saya mengerti banyak masalah dalam area jenis kelamin ini, tapi sangat konyol bila peraturan ini ditetapkan pada negara yang sama sekali tidak menunjukkan adanya masalah ini,” katanya, seperti dikuti dari Telegraph.

Dewan Uni Eropa yang berpusat di Strasbourg memang tidak dapat memaksa semua negara-negara di kawasan tersebut untuk menuruti keinginan mereka. Namun, mereka memiliki kemampuan untuk memengaruhi kebijakan politik negara-negara tersebut, dan seringkali berhasil.

Di Inggris, hampir semua wanita hamil mengetahui jenis kelamin anak mereka setelah usia kandungan menginjak 12 minggu. Meski demikian, sejumlah pusat kesehatan sudah menolak memberikan informasi karena takut akan memicu peningkatan kasus aborsi. Salah satunya Colester Hospital Foundation Trust.

Namun, Colester Hospital Foundation Trust telah mengubah kebijakannya bulan lalu setelah seorang ibu hamil mengampanyekan hak untuk mengetahui jenis kelamin janinnya. Kasus dipicu kemarahan Natalie Mann, wanita asal Claton, Essex, yang tak boleh tahu jenis kelamin janinnya yang sudah berumur 20 minggu.

Draft aturan ini akan didiskusikan seluruh anggota dewan yang terdiri dari 318 anggota parlemen dari tanggal 3 hingga 7 Oktober mendatang. (Rudi Bun)


sumber : www.vivanews.com (SENIN, 15 AGUSTUS 2011, 12:08 WIB)

Selasa, 13 September 2011

Dewan Dukung Pemprov DKI Tindak Pengembang Nakal


Upacara Pelantikan Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Periode 2009-2014

JAKARTA  – Upaya Pemprov DKI Jakarta menindak tegas pengembang yang tidak menyerahkan fasilitas sosial-fasilitas umum (fasos-fasum) didukung kalangan dewan. Mengingat saat ini masih banyak sarana tersebut yang belum diserahkan untuk dijadikan aset pemerintah daerah.
Meski data yang disampaikan dari masing-masing fraksi berbeda terhadap jumlah pengembang yang belum melaksanakan kewajibannya tersebut. Dukungan tersebut terungkap dalam Rapat Paripurna Rapat Paripurna Pemandangan Umum Empat Rancangan Peraturan daerah (Raperda) di Lemhanas, Jakarta, Selasa (13/9).
Salah satunya, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), yang mengatakan saat ini terdapat 216 pengembang yang masih mangkir dan belum menyerahkan fasos-fasumnya. Dengan rincian, di Jakarta Selatan ada 80 pengembang, Jakarta Utara ada 44 pengembang, Jakarta Barat ada 43 pengembang, Jakarta Pusat ada 28 pengembang dan Jakarta Timur ada 21 pengembang. Fasos-fasum yang belum diserahkan berupa jalan, taman, rumah ibadah dan fasilitasi publik lainnya yang diperkirakan mencapai nilai Rp80 triliun.
“Tungakan fasos-fasum dari pengembang tersebut merupakan jumlah yang sangat besar dan akan sangat signifikan jika dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan dan masyarakat,” kata Ichwan Zayadi dalam rapat yang digelar di gedung Lemhanas lantaran gedung rapat paripurna DPRD DKI tengah dalam renovasi.
Bahkan fraksi partai berlambang Ka’bah ini menilai kejahatan terkait fasos-fasum milik Pemprov DKI oleh pengembang sudah sangat canggih dan sistemik. “Bisa dikatakan sudah menjurus kepada kejahatan kerah putih atau white color crime,” ucapnya.
Ironisnya, kasus sengketa lahan fasos-fasum banyak diperkarakan ke ranah hukum di pengadilan dan Pemprov DKI dinyatakan kalah walaupun mengantongi sertifikat hak guna bangunan. Contohnya terhadap gedung kantor Walikota Jakarta Barat, Jalan S Parman Nomor 2 yang telah disengketakan sejak 2006. Dan akhirnya dimenangkan pengembang.
Contoh lainnya yaitu sengketa warga Meruya Selatan, termasuk perumahan karyawan Pemprov DKI Jakarta dan Puskesmas dengan pengembang PT Portanigra. Selain itu, Pengadilan Jakarta Barat pernah mengeksekusi 7 SD Negeri, 1 SMP Negeri dan dua puskesmas yang merukan aset daerah di Jakarta Barat. “Semua ini terjadi bukan hanya pengawasan yang kurang maksimal namun juga dasar hukum untuk penagihan itu lemah,” tandasnya.
Pasalnya dalam melaksanakan penagihan, hanya berdasarkan SIPPT dan nota kesepahaman yang ditandatangani Gubernur dan pengembang yang menerima SIPPT. Selain itu, tidak sedikit pula pengembang sengaja mengabaikan kewajibannya karena hendak mengeruk keuntungan sepihak.
Hal yang sama juga dikatakan anggota Fraksi Demokrat, Mirna Destian Na’amin, menyatakan pengaturan yang lebih jelas mengenai fasos-fasum merupakan kebutuhan yang sangat perlu dan mendesak untuk segera disahkan. Kendati demikian, Fraksi Demokrat mengusulkan dalam raperda itu, harus memuat jadwal penyerahan fasos-fasum oleh pengembang. “Harus ada batas waktu bagi pengembang untuk menyerahkan kewajiban fasos-fasumnya. Jika dalam kurun waktu tertentu tidak menyerahkan maka pemprov dapat melayangkan sanksinya,” tandas Mirna.
Sedangkan Fraksi Golongan Karya (Golkar). Melalui juru bicaranya, Ashraf Ali, menyatakan dibutuhkan pengawasan pembangunan, penagihan dan penindakan terhadap pihak ketiga yang tidak memenuhi kewajibannya.
Disamping itu, perlu dilakukan pelatihan intensif untuk aparat pelaksana baik secara administrasi maupun pengawas di lapangan yang menangani aset daerah. Serta perlu pemberian sanksi kepada para pejabat yang lalai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(guruh/sir)
Sumber : www.poskota.co.id

Minggu, 11 September 2011

Polda Imbau Sekolah Larang Siswa Bawa Kendaraan


JAKARTA - Kepala Bagian Pembinaan dan Operasional Ditlantas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris besar Latif Usman, mengimbau sekolah untuk melarang para siswanya membawa kendaraan bermotor. Hal ini perlu dilakukan karena faktor penyebab kecelakaan salah satunya adalah pengemudi yang di bawah umur dan tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
"Kalau belum punya SIM maka lebih baik pihak sekolah melarang. Upaya pencegahan di awal lebih baik daripada penindakan oleh polisi," ungkap Latif, Sabtu (10/9/2011), di Polda Metro Jaya, Jakarta.
Apabila masih ada saja siswa yang membandel membawa kendaraan tanpa SIM, pihaknya tidak akan segan mengambil tindakan berupa penyitaan kendaraan. Selanjutnya, pihak orang tua akan dipanggil untuk mengambil kendaraan tersebut tetapi dengan menukarkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
"Karena mereka tidak punya SIM, maka kendaraan lebih dulu disita. Kalau ada STNK, maka STNK-nya kami tahan sebagai penggangi SIM untuk barang bukti penilangan," ucap Latif.
Ia mengatakan, proses hukum terhadap pengemudi di bawah umur yang tidak memiliki SIM itu juga tetap akan dilanjutkan. Namun, proses persidangan tilang nantinya akan disesuaikan dengan aturan peradilan bagi anak di bawah umur.
Tetapi, apabila aksi pengemudi di bawah umur yang tidak memiliki SIM itu sampai menyebkan korban meninggal dunia, maka penahanan terhadap yang bersangkutan bisa saja dilakukan.
"Kalau sampai menghilangkan nyawa orang, proses seperti biasa. Tetap akan ditahan, tetapi peradilannya seperti anak di bawah umur," imbuhnya.
Latif melanjutkan, selama ini pihaknya memang telah melakukan pendidikan lalu lintas di sekolah-sekolah yang ada di Jakarta. Untuk mengurangi pelanggaran, pihaknya akan melakukan beberapa razia secara umum, tidak fokus pada pelajar. Namun, bila pihak sekolah masih terlihat membandel dan tidak mengambil tindakan maka pihaknya tidak segan-segan untuk melakukan razia di sekolah.
"Kami akan intensifkan razia, kami harap ini juga bisa mengurangi angka kecelakaan," tegasnya.
Seperti diketahui, beberapa kecelakaan terjadi dengan melibatkan pelajar yang belum memilki Surat Izin Mengemudi. Seperti yang terjadi pada tanggal 15 Agustus lalu. Lima orang pelajar terlibat kecelakaan di jalan Mampang Prapatan setelah menghadiri acara "sahur on the road".
Dua penumpang kendaraan yang dikemudikan oleh pelajar kelas 3 sebuah SMA negeri di kawasan Jakarta Selatan tersebut tewas. Diduga, pengendara kendaraan tersebut melakukan kebut-kebutan dan kehilangan kendali yang akhirnya menabrak pembatas jalan. (Sumber: KOMPAS.com,  Sabtu, 10 September 2011 | 17:33 WIB)

Pedagang Binaan UKMP Jaktim Terancam Gulung Tikar


CAKUNG  – Ratusan pedagang kaki lima (K-5) binaan Suku Dinas UKM dan Perdagangan (UKMP) Jakarta Timur di 9 lokasi, terancam gulung tikar karena lokasinya dianggap sudah tidak layak dan mengganggu ketertiban umum.
Ke sembilan JT (istilah lokasi sementara pedagang K-5 binaan Sudin UKM) yakni JT 22 dan 23 di Jalan Basuki Rahmat (Pasar Gembrong-tempat jualan mainan anak-anak) akan dipindahkan ke Pasar Cipinang Besar Utara di RW 01; JT 43 Pasar Subuh Kramat Jati para pedagangnya  diminta masuk ke Pasar Lokbin di Jalan Nusa; JT 51 di Jalan H.Sihmat, Cakung karena berada di tanah sengketa warga; JT 59 dan 60 di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Klender yang akan terkena pelebaran jalan proyek busway koridor XI (Pulogebang-Kampung Melayu) sedang dicari lokasi penggantinya.
Selanjutnya, JT 61 di Jalan  Perindustrian , Kel.Kebon Pala, Makasar akan dihapus. ”Warga setempat dan pemakai jalan raya menilai keberadaan pasar-pasar tersebut sudah tidak mendukung keadaan wilayah, kemudian sesuai permintaan warga karena banyak terjadi tindak criminal sarang narkoba; seperti di terowongan UKI.”
Lalu, JT 62 di Cililitan Besar, Kel.Kebon Pala, Makasar, banyak pedagang menjadi lokasi tersebut sebagai tempat penyimpanan barang dagangannya (gudang);  JT 64 dan 65 di  Jatiwaringin izinnya diusulkan tidak diperpanjang dan akan ditutup.
Pedagang yang paling banyak bakal tergusur di JT 43 Pasar Subuh yakni sekitar seribuan dari yang resmi 250 pedagang.
Usulan penggusuran itu berasal dari RT dan RW, tokoh masyarakat, dewan kelurahan, serta Polsek setempat lalu disampakian ke kantor kecamatan dengan tembusan Walikota Jakarta Timur.
“Kami tidak anti pedagang kaki lima, sepanjang mereka tertib berjualan dan tidak dipinggir jalan raya,” kata Camat Kramat Jati Drs.Ucok B.Harahap MM, Senin.
“Saya malah mendukung usaha ekonomi kecil, seperti di Kota Bekasi di dalam Stadion. Silahkan jualan di lapangan Hek sebelah kantor kecamatan saya,” jelas mantan plh Camat Jatinegera, kemudian Camat Kramat Jati dan mantan Plh Camat Pasar Rebo ini.
Dalam rapat pembahasan  penetapan lokasi sementara usaha pedagang K-5 yang dipimpin Asisten Perekonomian Kantor Walikota Jaktim Dra.Hj.Soes C. MM, diikuti lima dari 10 camat dan beberapa pejabat terkait. Rapat dilanjutkan hari ini bersama lima camat lainnya.
“Hasilnya akan diusulkan ke Walikota, apakah izinnya JT-JT itu diperpanjang  lagi atau tidak,” ujar sumber Pos Kota. (endang/dms)
Senin, 25 April 2011 - 20:10 WIB
(Sumber : POSKOTA,)

Kaki-5 Ogah Pindah ke Pasar Gembrong


JATINEGARA – Rencana Pemko Jaktim untuk merubah Pasar Gembrong di Prumpung, Jatinegara, Jakarta Timur, menjadi ruang terbuka hijau agaknya menemui kesulitan besar. Pasalnya, meski sudah berulang kali ditertibkan, puluhan pedagang Kaki-5 di sana tetap nekad berjualan.
Pos Kota memantau, selama dua pekan terakhir puluhan pedagang Kaki-5 terlihat berjubel hingga memakan trotoar dan bahu jalan. Mereka tak hanya menjual aneka mainan anak-anak namun ada juga yang menjajakan petasan, kembang api, makanan dan minuman ringan.
Walhasil, lalu lintas di lokasi tersebut pun kembali tersendat. Sebab, banyak pembeli maupun pedagang yang sengaja memarkirkan kendaraannya di sepanjang jalur tersebut. Padahal Pemko setempat beberapa bulan lalu sempat menertibkan para pedagang dan merelokasi pasar mainanan ini ke Pasar Gembrong Cipinang Besar yang berjarak hanya sekitar 500 meter.
Suwarni, 40, salah seorang pedagang Kaki-5, mengaku terpaksa nekad berjualan di eks pasar yang berdiri di pinggir Jl. Basuki Rahmat tersebut karena menurutnya lokasi ini mudah dijangkau pelanggan. Ia juga mengaku keberatan bila harus berpindah ke Pasar Gembrong Cipinang Besar, karena harus merogoh banyak kocek untuk sewa kios. “Di tempat yang baru harga sewa kiosnya terlalu mahal dan belum tentu laku,” katanya.
Sementara, Eva, 30, pedagang Kaki-5 lainnya, memaparkan lebih senang berjualan di Pasar Gembrong yang lama ini lantaran keuntungan yang didapat lebih besar ketimbang di Pasar Gembrong yang baru. “Di tempat yang baru dagangannya kurang laku, omsetnya cuma dapet Rp250 ribu. Tapi kalo di sini kami bisa ngantongin Rp2 juta per hari terutama pada Sabtu dan Minggu,” ujar pedagang yang sebenarnya sudah memiliki 3 kios di Pasar Gembrong Cipinang Besar.
Menanggapi hal ini, Camat Jatinegara, Muchtar, mengaku sulit mensterilkan wilayah tersebut dari pedagang Kaki-5. Terlebih, sebagian besar pedagang merupakan penduduk setempat. Bahkan, menurut Muchtar, ada oknum pengurus RW setempat yang sengaja mengeruk keuntungan dari keberadaan pedagang Kaki-5 liar ini.
“Begitu kami mau tertibkan dengan mudah mereka mengangkut barang dagangannya ke rumahnya masing-masing,” kata Muchtar, Jumat (9/9).
Muchtar menambahkan, permasalahan ini sebenarnya bukan hanya tanggung jawab aparat kecamatan setempat. Namun, sudah menjadi tugas pemkot Jaktim. “Penertiban dan pengawasan harus dilakukan secara terpadu. Penegakan hukumnya juga harus ada dan berjalan secara rutin,” pungkasnya.

Sabtu, 10 September 2011 - 13:44 WIB
(yulian/sir) (Sumber: POS KOTA) 

BOP Naik Pungutan Juga Ada


Belly Bilalusalam - Aggota DPRD Prov. DKI Jakarta

Anggota Komisi E DPRD DKI Belly Bilalusalam prihatin karena sekolah-sekolah di Jakarta masih melakukan pungutan kepada siswanya. Padahal pemerintah telah menaikkan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) SMAN dan SMKN dari Rp 25.000 menjadi Rp 75.000 per siswa.
Menurut Bilalusalam, DPRD menyetujui alokasi dana untuk BOP yang lebih besar dari tahun lalu karena peningkatan BOP diharapkan bisa meringankan beban biaya pendidikan yang ditanggung orangtua siswa. Faktanya biaya sekolah meningkat akibat tidak ter bendungnya pungutan-pungutan.
Berdasarkan penelusuran DPRD diketahui bahwa komponen telepon, air, listrik, dan internet (TALI) di sekolah-sekolah dimasukkan dalam BOP. "Sebelumnya, dengan alokasi Rp 25.000 per siswa, komponen itu tidak masuk BOP," kata Bilalusalam di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (1/2).
Sementara itu. Sekretaris Komisi E, Igo Ilham, menyatakan, besarnya BOP seharusnya bisa mengurangi beban biaya sekolah. "Untuk mewujudkan sekolah gratis kalau tidak ada manfaatnya, kita harus bertanya-tanya," katanya terkait dengan BOP yang memicu kontroversi setelah DPRD dituding tidak prorakyat karena dituduh
mengurangi BOP yang diusulkan Rp 75.000 per siswa menjadi Rp 50.000 per siswa.
Igo menegaskan, dalam rapat dengan Dinas Pendidikan DKI, Komisi E mendapatkan penjelasan terkait peningkatan BOP, yang mencapai Rp 75.000 per siswa. Berdasarkan rincian yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan DKI, Taufik Yudi Mulyanto, diketahui bahwa terdapat pungutan Rp 408.000 per siswa SMAN dan SMKN. Diketahui juga bahwa anggaran BOP adalah untuk membayar TALI, sehingga meski BOP meningkat, manfaatnya menjadi kurang dirasakan masyarakat Jakarta.
Keluhan yang disampaikan orang tua murid terkait dengan pungutan sekolah juga terkait dengan les, yang dinilai menambah beban biaya per siswa. Menurut anggota Komisi E, Rany Mauliani, kewajiban les siswa harus ditempuh karena kalau tidak les pasti ketinggalan pelajaran.
Berdasarkan pantauan Rany, masalah serisu dialami oleh siswa di Jakarta karena guru mengajar tidak tuntas. "Khususnya di sekolah berstandar internasional atau nasional, yang bahasanya Bahasa Inggris karena guru tidak cakap, maka dia mengajar yang dia mengerti, tapi yang tidak mengerti di-lompati. dan diberikan PR kepada siswa dengan harapan siswa itu mengerjakannya di rumah masing-masing, tapi temyata di rumahnya siswa tidak bisa mendapatkan bantuan orang tua siswa karena baik ibu dan bapaknya kerja akibatnya dia harus dibantu pembantu, ya mana mungkin?" katanya
Tingginya biaya pendidikan di SMAN dan SMKN itu, dikeluhkan Darma, orangtua siswa. Sebagai pegawai dengan penghasilan Rp 2 juta per bulan, Darma, heran dengan tingginya biaya pendidikan di DKI. "Kami sangat gembira BOP dinaikkan, tapi tujuannya harusnya untuk meringankan biaya sekolah, kaku untuk keperluan lain-lain, buat apa BOP? Belum BOS (Biaya Operasional Sekolah), buat apa BOS BOP kalau biaya sekolah masih mencekik, kata warga Pulo Gebang, Jakarta Timur, ini. gjn (Sumber: Berita KOTA)