Belly Bilalusalam - Aggota DPRD Prov. DKI Jakarta |
Anggota Komisi E DPRD DKI Belly Bilalusalam prihatin karena sekolah-sekolah di Jakarta masih melakukan pungutan kepada siswanya. Padahal pemerintah telah menaikkan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) SMAN dan SMKN dari Rp 25.000 menjadi Rp 75.000 per siswa.
Menurut Bilalusalam, DPRD menyetujui alokasi dana untuk BOP yang lebih besar dari tahun lalu karena peningkatan BOP diharapkan bisa meringankan beban biaya pendidikan yang ditanggung orangtua siswa. Faktanya biaya sekolah meningkat akibat tidak ter bendungnya pungutan-pungutan.
Berdasarkan penelusuran DPRD diketahui bahwa komponen telepon, air, listrik, dan internet (TALI) di sekolah-sekolah dimasukkan dalam BOP. "Sebelumnya, dengan alokasi Rp 25.000 per siswa, komponen itu tidak masuk BOP," kata Bilalusalam di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (1/2).
Sementara itu. Sekretaris Komisi E, Igo Ilham, menyatakan, besarnya BOP seharusnya bisa mengurangi beban biaya sekolah. "Untuk mewujudkan sekolah gratis kalau tidak ada manfaatnya, kita harus bertanya-tanya," katanya terkait dengan BOP yang memicu kontroversi setelah DPRD dituding tidak prorakyat karena dituduh
mengurangi BOP yang diusulkan Rp 75.000 per siswa menjadi Rp 50.000 per siswa.
mengurangi BOP yang diusulkan Rp 75.000 per siswa menjadi Rp 50.000 per siswa.
Igo menegaskan, dalam rapat dengan Dinas Pendidikan DKI, Komisi E mendapatkan penjelasan terkait peningkatan BOP, yang mencapai Rp 75.000 per siswa. Berdasarkan rincian yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan DKI, Taufik Yudi Mulyanto, diketahui bahwa terdapat pungutan Rp 408.000 per siswa SMAN dan SMKN. Diketahui juga bahwa anggaran BOP adalah untuk membayar TALI, sehingga meski BOP meningkat, manfaatnya menjadi kurang dirasakan masyarakat Jakarta.
Keluhan yang disampaikan orang tua murid terkait dengan pungutan sekolah juga terkait dengan les, yang dinilai menambah beban biaya per siswa. Menurut anggota Komisi E, Rany Mauliani, kewajiban les siswa harus ditempuh karena kalau tidak les pasti ketinggalan pelajaran.
Berdasarkan pantauan Rany, masalah serisu dialami oleh siswa di Jakarta karena guru mengajar tidak tuntas. "Khususnya di sekolah berstandar internasional atau nasional, yang bahasanya Bahasa Inggris karena guru tidak cakap, maka dia mengajar yang dia mengerti, tapi yang tidak mengerti di-lompati. dan diberikan PR kepada siswa dengan harapan siswa itu mengerjakannya di rumah masing-masing, tapi temyata di rumahnya siswa tidak bisa mendapatkan bantuan orang tua siswa karena baik ibu dan bapaknya kerja akibatnya dia harus dibantu pembantu, ya mana mungkin?" katanya
Tingginya biaya pendidikan di SMAN dan SMKN itu, dikeluhkan Darma, orangtua siswa. Sebagai pegawai dengan penghasilan Rp 2 juta per bulan, Darma, heran dengan tingginya biaya pendidikan di DKI. "Kami sangat gembira BOP dinaikkan, tapi tujuannya harusnya untuk meringankan biaya sekolah, kaku untuk keperluan lain-lain, buat apa BOP? Belum BOS (Biaya Operasional Sekolah), buat apa BOS BOP kalau biaya sekolah masih mencekik, kata warga Pulo Gebang, Jakarta Timur, ini. gjn (Sumber: Berita KOTA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar