Jumat, 26 November 2010

Rumah Sakit Tanpa Kelas

DPRD DKI dukung rencana Pemprov DKI Jakarta untuk membangun RS tanpa kelas


Jakarta- Rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk membangun Rumh Sakit Tanpa kelas mendapat dukungan dari anggota komisi E DPRD DKI Jakarta, Belly Bilalusalam. Menurut Belly, rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam UU No. 44 Tahun 2009 merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, lanjut Belly, pelayanan rumah sakit tanpa kelas dapat menjadi bagian dari upaya peningkatan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat itu sendiri, tegasnya.
Beban hidup masyarakat yang kian meningkat menjadi kendala tersendiri, khususnya bagi warga miskin dan tidak mampu dalam memenuhi standar hidup layak dan sehat. Langkah pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk mewujudkan rumah sakit tanpa kelas sedianya mendapatkan dukungan dari semua pihak, utamanya DPRD DKI Jakarta dalam hal kebijakan dan peningkatan anggaran pelayanan kesehatan agar rencana tersebut dapat terealisasi.
Dengan diberlakukannya rumah sakit tanpa kelas diharapkan tidak ada lagi pelayanan diskriminatif terhadap masyarakat, khususnya bagi warga tidak mampu dan warga miskin. Karena selama ini masih banyak keluhan warga dalam hal pelayanan di rumah sakit yang bersifat diskriminatif kepada pasien miskin. (yan)

Jumat, 12 November 2010

Gratis..Pendidikan SMA DKI

Pendidikan Gratis Sampai Tingkat SLTA

Jakarta - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPRD DKI Jakarta dalam pemandangan umum atas Rancangan APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2011 mengusulkan agar pendidikan gratis dapat dilaksanakan sampai tingkat SLTA. Dalam pemandangan umum fraksi yang dibacakan oleh Belly Bilalusalam, Fraksi PPP menekankan agar pelaksanaan pendidikan gratis yang ada ditingkat SD dan SMP dapat berjalan secara efektif, hal itu dikatakan karena masih terdapat berbagai pungutan oleh pihak sekolah kepada orang tua murid yang dinilai cukup memberatkan ekonomi masyarakat.
Lebih jauh lagi, Belly menyampaikan, bahwa anggaran pendidikan sebagaimana ketentuan UUD 1945 dan UU No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sekurang-kurangnya 20 persen, provinsi DKI Jakarta bahkan mengalokasikan sebesar 27,77 persen untuk tahun 2011. Namun demikian, lanjut Belly, alokasi anggaran yang besar itu belum mampu mewujudkan mutu pendidikan di Jakarta karena dalam Ujian Akhir Nasional masih terdapat ribuan siswa yang harus melakukan ujian ulang karena tidak mencapai standar.
Selanjutnya, Belly berharap agar kesejahteraan guru dapat lebih ditingkatkan dan pendidikan di madrasah juga harus mendapatkan perhatian yang sama dengan pendidikan umum, terutama untuk penghasilan dan fasilitas pendidikan di madrasah. (yan)

Selasa, 02 November 2010

Hamil


Golongan Darah O, Lebih Sulit Hamil?



Republika - Selasa, 26 Oktober

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Golongan darah diduga turut berpengaruh terhadap kehamilan. Para ilmuwan melaporkan, untuk pertama kalinya ditemukan bukti bahwa golongan darah mempengaruhi peluang seseorang untuk hamil.
Dari penelitian ini terungkap bahwa wanita dengan golongan darah O lebih sulit hamil karena jumlah telur yang lebih sedikit dan kualitas telur yang lebih rendah.
Temuan ini didasarkan pada penelitian terhadap lebih dari 500 wanita yang menjalani terapi kesuburan di Amerika Serikat (AS). Sedangkan wanita dengan golongan darah A cenderung memiliki jumlah telur yang lebih banyak.
"Kami menemukan bahwa wanita dengan golongan darah A dan AB terlindungi dari gejala menurunnya cadangan sel telur," kata Edward Nejat, salah seorang peneliti, Senin (25/10).
Meski demikian, Nejat mengatakan, temuan ini hanya salah satu aspek dari kesuburan wanita dan masih perlu penelitian lebih lanjut. "Usia seseorang masih menjadi faktor terpenting berhasil tidaknya untuk hamil," kata dia.
Menanggapi temuan ini ilmuwan Inggris Tony Rutherford mengatakan, ini untuk pertama kalinya ada pakar yang bisa menunjukkan kaitan antara golongan darah dan peluang untuk hamil. Namun ia menambahkan ada hormon-hormon lain yang menyebabkan berkurangnya cadangan sel telur, yang juga penting untuk dikaji. Jadi, bagi Anda yang bergolongan darah O tak perlu terlalu khawatir dengan hasil penelitian ini.

Jumat, 29 Oktober 2010

KNPI Harus Lakukan Regenerasi Kepengurusan

Belly Bilalusalam _ Anggota F-PPP/Komisi E DPRD


Menanggapi akan sudah disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan oleh DPR RI, yang mengatur usia Pemuda, antara 16 tahun hingga 30 tahun tersebut, Tokoh Muda yang juga anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta, ini meminta pada seluruh jajaran KNPI untuk bisa menyiapkan diri.

Bagaimana pengurus KNPI mampu menyiapkan alih generasi, dengan menyertakan mereka yang berusia muda, kalau saat ini pengurus KNPI masih ada yang berumuh 35 hingga 40 tahun, maka harus menyiapkan penggantinya yang masih berusia muda, sebagaimana yang diatur UU Kepemudaan tersebut.

Sebagai warga Jakarta Timur, Belly mengaku cukup bangga dengan kepengurusan KNPI Kota Jakarta Timur dibawah pimpinan Benny Wijaya, yang cukup aktif dalam membina kepemudaan, bahkan dari kepengurusan tingkat Kecamatan (PK) terlihat banyak yang muda-muda, dan diharapkan PK KNPI se-Jaktim juga aktif dalam mengisi berbagai kegiatan yang positik. Bagaimana mereka semua pengurus mau turun kebawah, serta dapat menyerap aspirasi pemuda ditingkat bawah.

Sebagai anggota dewan, wakil dari daerah pemilihan Jakarta Timur, Belly Bilalusalam juga mengaku siap mendukung kegiatan-kegiatan KNPI Kota Jakarta Timur, bagaimana KNPI dapat menelurkan calon-calon pemimpin, khususnya di DKI Jakarta ini, serta membentuk calon pemimpin tingkat nasional.

Saat disinggung akan masih minimnya anggaran untuk KNPI DKI serta KNPI tingkat Kota, Belly mengaku sudah maksimal dalam memperjuangkan anggaran ditingkat dewan melalui Fraksi, namun dengan anggaran yang disalurkan ke DPD KNPI Provinsi tersebut, diharapkan juga dapat disalurkan ke KNPI tingkat Kota serta Kabupaten Pulau Seribu, sehingga kegiatan KNPI Kota dapat berjalan sebagaimana yang kita harapkan bersama.

Dan bagaimana kepengurusan DPD KNPI Kota/Kabupaten dapat lebih aktif lagi untuk melakukan koordinasi dengan sudin-sudin terkait ditingkat Pemerintah Kota Administrasi, saya yakin mereka akan menerima KNPI dengan baik, dan pasti mereka akan mendukung, hanya bagaimana KNPI melakukan pendekatan dengan Kasudin yang ada, sehingga bisa mensinergikan berbagai kegiatan masing-masing, pintanya. sehingga kedepan KNPI dapat meneruskan perjuangan tokoh-tokoh muda, yang kini duduk di Legeslatif maupun Eksekutif, pintanya.

Demam berdarah ancam warga Jakarta

Jakarta- Setidaknya ada 104 titik rawan terjadinya demam berdarah dengue (DBD) di wilayah Ibukota Jakarta, hal ini tentu saja menjadi keprihatinan Belly Bilalusalam, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta.
Menurut Belly, kasus DBD di Jakarta kendati angkanya menurun tetap harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah karena DBD merupakan salah satu penyakit yang mematikan. "Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN-red) harus terus di galakkan dengan mengoptimalkan tenaga Jumantik di setiap lingkungan terkecil dari masyarakat," imbuhnya.
Lebih lanjut Belly mengatakan, sejauh ini pelaksanaan PSN oleh jumantik belum optimal, semestinya pemeriksaan jentik nyamuk di rumah-rumah warga dilakukan secara serius dan optimal, menurut anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini pemeriksaan terhadap sarang dan jentik nyamuk terkesan formalitas, buktinya ada rumah yang tidak diperiksa. Padahal, lanjutnya, semua rumah harus diperiksa tanpa membedakan status sosial dan kondisi fisik rumahnya karena jentik nyamuk dapat berkembang dimana saja, himbaunya.
Belly berharap kegiatan pengasapan (fogging) juga harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan jangan menunggu jatuh korban, oleh karena itu Dinas Kesehatan dan jajarannya harus serius menangani kasus DBD ini apalagi musim penghujan sudah tiba.
Ditempat terpisah, salah seorang pimpinan puskesmas juga mengeluhkan petugas dari kelurahan yang hanya  saat kegiatan PSN, menurut sumber yang tidak mau disebutkan identitasnya tersebut dirinya seringkali kesal waktu kegiatan PSN hari Jum'at petugas dari kantor kelurahan cuma datang, duduk, dengar, pidato dan ambil laporan. baginya hal ini terasa tidak fair bagi petugas jumantik yang dituntut untuk aktif dalam kegiatan PSN. (yan)

Selasa, 26 Oktober 2010

Fraksi PPP DPR RI

 PENDAPAT FRAKSI PPP DPR-RI 

TERHADAP 

RUU PROTOKOL

by Fraksi Petiga Dpr-ri on Monday, October 25, 2010 at 3:41pm
PENDAPAT AKHIR MINI FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PROTOKOL Disampaikan pada Rapat Kerja Pansus RUU tentang Protokol DPR-RI, Senin 25 Oktober 2010 Oleh Juru Bicara FPPP DPR-RI : H.A Dimyati NAtakusumah, SH,MH,M.Si (Anggota DPR-RI Nomor: 290)

Assalamu’alaikum wr. Wb.
Yang terhormat Pimpinan Rapat Kerja,
Yang terhormat Menteri Luar Negeri RI,
Yang terhormat Menteri Hukum dan HAM RI,
Yang terhormat Dalam Negeri RI,
Yang terhormat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI,
Segenap Anggota Dewan yang berbahagia.

Alhamdulillah, pada hari ini kita dapat berkumpul untuk melangsungkan Rapat Kerja dengan agenda pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Protokol. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, insan paripurna yang kepadanya kita mengambil teladan dalam berpolitik dan menunaikan urusan publik.

Pimpinan dan Anggota Dewan, serta Para Menteri yang terhormat,

Sebagaimana dipahami bersama, penyelenggaraan urusan negara yang baik dan tertib adalah kunci keberhasilan pelaksanaan cita-cita bernegara, yakni hidup aman, damai, sejahtera, sehat, cerdas dan diridhai oleh Allah SWT. Penyelenggaraan negara yang seperti itu membutuhkan penataan kedudukan, tugas pokok, fungsi dan wewenang para penyelenggara negara dan pihak-pihak yang berhubungan dengan mereka, baik dalam lingkup nasional maupun dalam interaksi internasional. Penataan itu harus disesuaikan dengan dinamika jaman serta budaya bangsa dan tatacara pergaulan internasional yang lazim dan berlaku umum.

Mengenai penataan tugas pokok dan fungsi para penyelenggara negara, termasuk pejabat pemerintah pusat dan daerah, telah diatur sebaik-baiknya dalam berbagai undang-undang, seperti Undang-undang No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang No 3 Tahun 2009 dan Undang-undang No 5 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Undang-undang No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-undang No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan sebagainya.

Namun, undang-undang yang mengatur penataan kedudukan dan hubungan antarpejabat negara Republik Indonesia dengan negara asing, pejabat pemerintah pusat dan daerah, serta para perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional dan tokoh masyarakat masih mengacu pada Undang-undang No 8 Tahun 1987 tentang Protokol. Hal ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman serta empat kali perubahan/amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan banyaknya undang-undang baru yang dibuat pada era reformasi. Maka, secara filosofis dan sosiologis, kebutuhan pembuatan undang-undang yang baru tentang protokol telah terpenuhi.

Secara yuridis pun, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengisyaratkan perlunya pengaturan kedudukan para penyelenggara negara yang kewenangan lembaganya berasal dari konstitusi. Selain itu, para pejabat pemerintah pusat dan daerah, para perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta para tokoh masyarakat yang sering berinteraksi dengan para penyelenggara negara membutuhkan pengaturan keprotokolan, baik tata tempat, tata upacara maupun tata penghormatannya.

Bagi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, rumusan naskah Rancangan Undang-undang tentang Protokol telah memadai, dengan mengucapkan bismillaahirrohmaanirrohiim, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dengan ini  menyatakan menerima dan menyetujui RUU tentang Protokol  dan untuk selanjutnya dapat dibahas dalam Pembicaraan Tingkat II.
Namun, kami mengharapkan sosialisasi undang-undang ini setelah disahkan dapat dilakukan sebaik-baiknya, mengingat citra dan kinerja lembaga-lembaga negara di mata rakyat belum memuaskan.

Demikianlah, pendapat akhir mini Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Atas perhatian dan kesediannya menyimak, kami ucapkan terima kasih.

Billahit taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum wr wb.

Jakarta, 25 Oktober 2010

PIMPINAN
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


         Drs. H. Hasrul Azwar, MM                       H.M. Romahurmuziy, ST,  MT.
         (Ketua)                                                     (Sekretaris)

Senin, 25 Oktober 2010

Inside Iran's Political Culture

'The Ayatollahs' Democracy': Inside Iran's Political Culture


Behrouz Mehri / AFP / Getty Images

Iranian-American writer Hooman Majd attempted to demystify some of the West's preconceived notions about Iran in his 2008 book The Ayatollah Begs to Differ. His new book, The Ayatollahs' Democracy, delves into the workings of the country's politics. Its insights may startle Americans who think of Iran purely as a fundamentalist Islamic state fronted by the demagogic firebrand Mahmoud Ahmadinejad. Majd spoke to TIME about his work, what an Islamic democracy looks like and why we should all look beyond the labels.

How would you define what an Islamic democracy is?
The definition of an Islamic democracy is very different if you ask [different Iranian clergy members]. In my opinion, it's a democracy which takes precedence over religious law. But Iran is still a religious society. That doesn't mean people want people to be stoned for adultery. It doesn't mean people want people's hand to be chopped off for stealing. It just means they have Islam as a guide. Though that, unfortunately, in some cases, means certain things that are not comfortable for Americans. For example, gay rights do not exist under Islam.


You hemmed and hawed about the book's title after the brutal crackdown that followed Iran's 2009 elections. Why did you decide to keep it?
When I first thought about the book, I certainly did believe Iran was on the path to democracy, and being in Iran for the campaign season, it seemed even closer to democracy than even I had imagined. It became obvious that this was something fleeting and illusory, but I felt like [the elections] were actually very good for Iran and the future of its democracy because they really did end up showing where the regime has gone wrong and where Islamic democracy has gone wrong - particularly because so many clerics came out against what happened, both in the election itself and in the aftermath.


So, in a way, the titles of both books hinge on the idea of there being debate among the country's religious leaders?
What I was trying to get across with the first title is that Iran is not this monolithic political system, it's not homogenous in its thinking. It's not North Korea, it's not Cuba, it's not an absolute dictatorship. The ayatullahs do have a tremendous amount of power, but they do disagree with each other. This book is much more about the political culture of Iran. For people who are interested, I certainly think that in times of conflict, when we're told that we have an enemy, it is important for us to understand who that enemy is - and if it is, indeed, an enemy. If we don't understand what the political culture is, then we will ultimately make the wrong decisions, and that can affect American citizens.

Do you get a feeling for how much Americans understand that Iran is, politically and culturally, at odds with much of the Sunni Arab world?
I don't think Americans, by and large, understand that at all. The differences dawned on Americans, probably even the American Administration, after the invasion of Iraq, so that's a relatively recent understanding. Shias and Sunnis hate each other, and it's a hatred that goes back centuries. Certainly the way the media presents Iran, it just seems like it's a fundamentalist Muslim state.


You liken Iranian President Mahmoud Ahmadinejad to Glenn Beck and Sarah Palin. Can you elaborate on their similarities?
The connection is that they like to be these blowhards who tap into a certain kind of dissatisfaction among their supporters. It's very cynical in my mind. It's a politician's move. [People like Beck and Palin] are fundamentalists when it comes to religion - as is Ahmadinejad. None of them are in the clergy - and neither is Ahmadinejad. And Ahmadinejad, you have to take what he says with a grain of salt, and I think one has to take what Sarah Palin says with a grain of salt, or Rush Limbaugh or any of those people. The kind of incendiary rhetoric that all of these people employ is calculated, and we have to bear that in mind.

At a recent event, you said that Ahmadinejad was trying to engage the U.S. "in his own wacky way" by challenging Obama to a debate in August. What does that mean?
I think President Ahmadinejad would very much like to see a normalization of relations, if not an alliance, with America. Very few Iranians want to see this heightened conflict between America and Iran, which has been going on for 30 years. It's affected the economy. It's affected people's lives. It's not comfortable. And Ahmadinejad recognizes that, but he would like to be the person who can be the hero and say, "I was able to talk to the United States without giving in." The hard-liner accusation has always been that reformers would give up too much in order to have relations. So his [position] is, "I want to engage, but as equals, not as a subservient power."


You often speak for the feelings of Iranians. Being well-connected in Iran and growing up abroad, do you encounter resentment for explaining how they feel?
I've gotten some resentment, but the vast majority of feedback I've gotten has been very positive. I do get criticism from [those in] the Iranian diaspora who are active in trying to overthrow the Islamic Republic. Those people hate me. But I'm a writer. I'm not an activist. I just try to observe, to see what's really going on in Iran. I try to see and talk to as many people as I can. Despite that, I never claim to be able to say, with absolute certainty, "This is what the Iranian people want."

What's the one thought you hope Americans take away from the book?
Iran is not as simple as we imagine it to be. The Iran-American equation is not as simple as we imagine it to be. In this age of instant-gratification media, sound bites, headlines, of being just inundated with information on a subject that is important, like Iran, it's important for Americans to understand that it's not exactly what we imagine it to be. Let's consider a different view, outside of the sound bites, outside of the hyperbole. Who are these Iranians? What is it that they want? What is it that they're trying to accomplish? If you can take something away from my book, it's that it's complicated.

View this article on Time.com

Minggu, 24 Oktober 2010

Hati-hati

Hati-hati Memberi Label Pada Anak

Sabtu, 23 Oktober 2010 | 09:21 WIB
www.KOMPAS.com

Dalam keadaan "lupa diri" akibat emosi yang meluap kerap terlontar kata-kata yang memberi label pada anak. Entah "anak bandel", "anak penakut", "anak cengeng", dan sebagainya. Menurut ahli, pemberian label/cap atau juga disebut stigma akan memberi bekas dalam diri anak dan mempengaruhi pembentukan konsep dirinya.

Bagi anak, label tersebut adalah suatu imej diri bahwa aku seperti itu. Jadi, lama-lama akan terbentuk dalam benaknya, "Oh, aku ini bandel, toh." Apalagi, kata dra. S.Z. Enny Hanum,  bila si pemberi label adalah orang yang mempunyai kedekatan emosi dengan anak semisal orang tua atau pengasuhnya, pengaruhnya akan sangat besar dan cepat buat anak. "Anak akan jadi ragu pada dirinya sendiri, 'Oh, jadi aku seperti itu. Orang tuaku sendiri mengatakan demikian, kok.'"

Sekalipun di usia prasekolah anak belum memahami makna sebenarnya dari kata-kata label itu, namun ia bisa merasakan sesuatu yang tak nyaman dengan dilontarkannya label itu. "Ia seakan-akan tak diterima dengan adanya label itu, ada sesuatu yang ditolak," terang Enny. Jadi, anak tak tahu apa itu label baginya. Ia hanya merasakan sebagai sesuatu yang tak mengenakkan, merasa tak nyaman.

Namun bukan berarti ia akan diam saja. Ia akan melampiaskan perasaan tak nyaman itu dengan berbagai cara sebagai bentuk protes. Tapi bentuk protesnya berbeda dengan anak remaja yang kalau dibilang "nakal" malah sengaja dibikin nakal, "Ah, sekalian aja aku nakal karena aku sudah kadung dicap demikian." Melainkan dalam bentuk mengompol (padahal sebelumnya anak sudah tak mengompol), mimpi buruk, menangis, menggigit-gigit kuku, menolak mengerjakan sesuatu, dan sebagainya.

Penting diketahui, perilaku/reaksi demikian juga akan muncul bila anak menemukan suatu situasi yang hampir mirip dengan di rumah. Misalnya, ia diperlakukan tak adil atau tak dimengerti di luar, maka ia akan mengompol lagi, menggigit-gigit kuku lagi, mengambek lagi, dan sebagainya. Tak demikian halnya bila ia menemukan situasi dimana ia merasa dipahami, dimengerti, dan komunikasinya menyenangkan, maka perilaku protesnya tak akan keluar.

Nah, bila anak semakin sering protes dan orang tua pun jadi makin sering marah, tentunya label tersebut akan juga semakin sering dilontarkan. Kalau sudah begitu, lambat laun akhirnya anak percaya bahwa dirinya memang nakal, misalnya. Konsep dirinya jadi salah. Kita tentu tak ingin si Upik atau si Buyung memiliki konsep diri yang salah, bukan?

Jikapun memberi label, "sebaiknya dijelaskan dalam hal apa ia nakal atau jeleknya karena bisa saja anak melakukan sesuatu dalam niatan yang lain," terangnya. Orang tua harus menyebutkan apa kesalahan anak sehingga ia dikatakan nakal. "Kalau ia mengganggu adik, misalnya, jelaskan bahwa kamu mengganggu adik padahal waktunya adik tidur. Jadi, anak diberi tahu, nakalnya kamu itu karena mengganggu adik."

Dengan demikian anak tahu kenapa dirinya dikatakan nakal, sehingga dapat mencegah terjadinya pembentukan konsep diri yang salah. Selain itu, lanjut Enny, sebaiknya orang tua juga memberlakukan berbagai aturan di rumah. Bila aturan dilanggar, ada sangsinya; sebaliknya, bila dikerjakan, ada rewards. Tentu sebelumnya aturan tersebut sudah dibicarakan dengan anak sehingga ia memahaminya.

Kesehatan


Endang Rahayu - Menkes RI
JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam jumpa pers di kantor Kementerian Kesehatan, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (22/10/2010), Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih memaparkan beberapa hal yang dinilainya menjadi keberhasilan Kementerian Kesehatan dalam setahun pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II.Salah satunya adalah menjadikan 56 persen penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan atau Jamkes. "Dari 56 persen ini, sebagian besarnya, hampir 60 persennya adalah Jamkesmas. Yang banyak itu Jamkesmas kemudian Jamkesda. Artinya, kalau keduanya, hampir 80 persen dari 56 persen ini ditanggung pemerintah baik pusat provinsi atau kabupaten," ujar Endang.
Masih berkenaan dengan Jamkesmas, kata Endang, Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 ini telah menambah anggaran untuk Jamkesmas dari Rp 4,6 triliun menjadi Rp 5,125 triliun. Selain persoalan Jamkesmas, Kementerian Kesehatan selama setahun telah mengalami kemajuan penyediaan sarana kesehatan dengan menambah 152 rumah sakit, 194 puskesmas, 377 puskesmas pembantu, 283 poskesdes, dan 2.828 posyandu.
"Sebaran rumah sakit di daerah padat memang sudah banyak, tapi di daerah seperti Irian, Kalimantan, bukannya tidak ada, tapi masih dirasa kurang, tetap saja. Kita akan siasati dengan puskesmas perawatan, layanan ambulans lebih baik untuk darat, udara, laut," kata Endang.
Selain rumah sakit, tenaga pelayanan kesehatan aktif juga ditambah, seperti dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan bidan yang totalnya 32.978. Kementerian Kesehatan juga mengangkat total 14.353 orang dokter, dokter gigi, spesialis, dan bidan.
"Pelamar pegawai Kemenkes juga meningkat. Tren orang yang melamar pegawai Depkes melalui registrasi online kebanyakan perempuan," ucap Endang. Selain itu, Endang mengatakan bahwa pihaknya berhasil dalam meningkatkan ketersediaan obat, alat kesehatan, serta penggunaan obat generik.
Kementerian Kesehatan, kata Endang, telah melakukan repositioning obat generik yang semula mengedepankan harga murah menjadi mutu unggul dengan harga murah sehingga masyarakat tidak ragu. Selain itu, juga berhasil menambah item obat generik yang turun harga menjadi 106 item dari 31 item tahun lalu.
"Ketersediaan obat di instalasi farmasi 14,2 bulan," tambah Endang. Sedangkan untuk penggunaan obat generik pada tahun 2010, lanjutnya, mencapai 57,18 persen di rumah sakit dan 96,06 persen di puskesmas.
Endang juga menyampaikan bahwa pihaknya telah berhasil menurunkan angka pengidap gizi kurang plus buruk menjadi 17,9 persen dari 18,4 persen dan angka gizi buruk dari 5,4 persen jadi 4,9 persen.
"Ada upaya terobosan, pemberian taburi, isinya vitamin mineral disebarkan ke makanan lokal," katanya. Juga pengendalian penyakit seperti penyakit TBC yang pada tahun 2010 peringkat Indonesia telah turun menjadi peringkat lima pengidap TBC terbanyak dari sebelumnya selalu menjadi peringkat tiga. "Indonesia selama 10 tahun kita nomor tiga saja, dan baru 2010 kita nomor lima di dunia," pungkas Endang.

Jumat, 22 Oktober 2010

salam aspirasi: Mie Instan Aman di Konsumsi

salam aspirasi: Mie Instan Aman di Konsumsi: "PRODUK MIE INSTANT DI INDONESIA AMAN DIKONSUMSI Produk mie instant di Indonesia aman dikonsumsi. P..."

Mie Instan Aman di Konsumsi

PRODUK MIE INSTANT DI INDONESIA AMAN DIKONSUMSI 




Produk mie instant di Indonesia aman dikonsumsi. Pengecekan dan pengujian yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selama 5 tahun terakhir terhadap kecap yang ada dalam produk mie instant, tidak ditemukan kandungan nipagin yang melebihi batas maksimum yang diijinkan.
Demikian penjelasan Menkes, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH kepada sejumlah wartawan di Gedung Kementerian Kesehatan tanggal 11 Oktober 2010 terkait penarikan dan razia mie instant produksi Indonesia yang dilakukan Pemerintah Taiwan.

Menkes menambahkan Indonesia dalam menetapkan persyaratan dan keamanan mutu dan gizi produk pangan olahan mengacu pada persyaratan internasional yaitu Codex Alimentarius Commision (CAC) dan berdasarkan kajian risiko. Berdasarkan ketentuan CAC batas aman penggunaan nipagin dalam produk pangan sebesar 1.000mg/kg. Sedangkan kandungan nipagin dalam kecap yang ada dalam mie instant produksi Indonesia sebesar 250mg/kg.

Selain itu, penggunaan bahan tambahan pangan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Salah satu bahan tambahan pangan yang diatur adalah nipagin (methyl p-hydroxybenzoate) yang berfungsi sebagai pengawet dalam batas maksimum penggunaan, ujar Menkes.

Menkes menghimbau masyarakat untuk tidak perlu kuatir karena produk pangan yang telah memperoleh ijin dari Badan POM sudah memenuhi standar persyaratan, keamanan mutu dan gizi. Untuk mencukupi kebutuhan gizi, masyarakat sebaiknya tidak hanya mengkonsumsi mie instant untuk memenuhi kebutuhan gizinya tetapi makan dengan gizi seimbang termasuk makan sayur dan buah.

Sementara itu Kepala BPOM, Dra. Kustantinah yang mendampingi Menkes menyatakan bahwa kajian persyaratan penggunaan nipagin di beberapa negara berbeda-beda. Kanada dan Amerika Serikat menggunakan batas penggunaan maksimum nipagin dalam pangan yang diijinkan sesuai dengan CAC yaitu 1.000mg/kg. Sedangkan di Singapura dan Brunei Darussalam, batas penggunaan maksimum nipagin dalam kecap sebesar 250mg/kg dan di Hongkong 550mg/kg.

Di Indonesia, batas maksimum penggunaan nipagin dalam produk kecap yang diijinkan adalah 250mg/kg. Sedangkan dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, batas maksimum penggunaan adalah 1.000 mg/kg. 

“Penarikan dan razia mie instant produksi Indonesia di Taiwan terjadi karena ada perbedaan aturan. Indonesia mengikuti aturan CAC yaitu aturan internasional mengenai ambang batas penggunaan bahan tambahan makanan, sementara Taiwan tidak ikut CAC”, ujar Dra. Kustantinah.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon : 021-52907416-9, faks : 52921669, Call Center : 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail : puskom.publik@yahoo.co.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it , info@ depkes.go.id, dan kontak@ depkes.go.id.

Senin, 18 Oktober 2010

PPP Temukan Tiga Desain Destabilisasi SBY
 
Desain pertama adalah jalur hukum. Tiga lembaga hukum saat ini sedang transisi
 
 
VIVAnews - Partai Persatuan Pembangunan mendukung langkah Kepolisian menerbitkan Prosedur Tetap Tindakan Mengatasi Anarki. Protap ini, kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy, menjawab fenomena upaya destabilisasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

"Desain tersebut diarahkan untuk destabilitas melalui tiga jalur yakni politik, hukum dan keamanan," kata Romy kepada VIVAnews, Rabu 13 Oktober 2010.

Di jalur hukum, potensi terjadi destabilitas dengan adanya transisi pada tiga lembaga proyustisia secara simultan. Pada polri, sedang terjadi proses penggantian kapolri yang proses nominasi calon begitu mendadak. Pada Kejaksaan Agung, belum ada Jaksa Agung definitif sehingga banyak putusan strategis yang tidak bisa diambil. Pada KPK, ada masalah hukum Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah dan belum terpilihnya pimpinan definitif.

Pada jalur keamanan, upaya destabilitas melalui serangkaian gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti ketegangan bernuansa SARA di Tarakan, Ciketing, Cisalada; ketegangan/ konflik horizontal antar warga di beberapa daerah; perusakan/ penyerangan kantor polisi secara acak; dan terakhir kecelakaan dan pembakaran kereta api.

"Melihat polanya, tidak mungkin hal tersebut semuanya terjadi tanpa pengorganisasian," kata Romy yang juga Sekretaris Fraksi PPP itu.

Sementara di jalur politik, PPP meminta presiden instruksikan peningkatan kewaspadaan nasional dari upaya-upaya merongrong pemerintahan. Presiden juga lebih baik merapatkan barisan dengan seluruh anggota koalisi dengan tidak terjebak melengkapkan gelombang destabilitas ketiga (yaitu jalur politik) dengan melakukan perombakan kabinet.

"Reshuffle juga tidak menjamin peningkatan kinerja kabinet, sehingga fokus pada evaluasi untuk perbaikan ke depan menjadi lebih penting daripada mengganti-ganti orang," kata Romy.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring juga mengimbau semua pihak bersabar dan tidak menempuh cara-cara inkonstitusional untuk mendapatkan kekuasaan. Evaluasi pemerintahan ini adalah sesuatu yang wajar, apalagi sudah berlangsung 1 tahun.

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera ini juga mengingatkan agar para elit berpolitik secara dewasa, jangan menganut filosofi panjat pohon pinang. "Maksudnya, kalau ada orang terpilih jadi pemimpin, lalu pikirannya adalah bagaimana ini supaya jatuh segera atau senang melihat orang gagal. Kalau pemerintahan ini tidak sukses malah ditepuki. Ini menunjukkan bahwa belum ada kematangan dalam berpolitik," katanya. 
Tifatul juga menyampaikan sejauh ini tidak pernah ada larangan untuk unjuk rasa, asalkan tidak anarki. (hs)
VIVAnews 
Rabu, 13 Oktober 2010, 08:52 WIB
 Arfi Bambani Amri

Sabtu, 16 Oktober 2010

PPP Kandas di Pemilu 2014

Survei LSI: PPP & PKB Tak Masuk Lima Besar

Kamis, 14 Oktober 2010 - 15:37 wib

K. Yudha Wirakusuma - Okezone
Ilustrasi (Dok. Okezone)

JAKARTA - Hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukan, sebagian besar responden atau sekira 59,4 persen menginginkan hanya lima partai politik yang ikut bertarung dalam Pemilihan Umum 2014.

"Sebagian besar publik menyatakan, jumlah parpol paling banyak lima. Sekira 59,4 persen dan yang tak setuju pembatasan parpol sekira 3,5 persen," ujar peneliti LSI Network, Barkah Pattimahu, di salah satu cafe di bilangan, Jakarta Selatan, Kamis (14/10/2010).

Survei tersebut dilakukan LSI Network dari akhir September hingga awal Oktober 2010 ini, atau menjelang satu tahun pemerintahan SBY-Boediono.

Lebih lanjut dia menambahkan, bahwa survei yang melibatkan 1.000 responden ini, juga menghasilkan kesimpulan bahwa masyarakat ingin agar syarat pendirian partai politik diperketat, yaitu sekira 68,9 persen. Syarat partai yang sudah ada untuk bisa mendapatkan kursi di parlemen dinaikan minimal lima persen atau 10 persen.

“Masyarakat yang menyatakan syarat pendirian partai politik yang sudah ada cukup dan perlu diperingan hanya sekira 5,6 persen. Sebanyak 73,8 persen masyarakat menyatakan jumlah partai politik terlalu banyak. Sementara, publik yang menyatakan jumlah partai politik sudah cukup dan terlalu sedikit sekitar 7,9 persen," imbuhnya.

Bila sentimen publik ini menjadi sandaran membangun sistem kepartaian baru di Indonesia, lanjutnya, maka jumlah partai politik yang akan bermain di parlemen di tahun 2014 akan berkurang drastis.

"Berdasarkan survei LSI ini, partai politik yang lolos didukung minimal PT lima persen, yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP, PKS dan PAN," tukasnya.

Partai Demokrat tetap menempati urutan pertama dengan 26,1 persen suara, disusul partai Golkar 17,3 persen, PDIP 13,6 persen, PKS 5,2 persen, dan PAN 5,3 persen.(ful)

Jumat, 01 Oktober 2010

Salam Persatuan



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Salam Persatuan,

Teriring do'a saya sampaikan semoga kita senantiasa dalam limpahan rahmat dan karunia Allah SWT serta sukses dalam beraktivitas. Amiin Yaa Rabbal 'Alamin

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta kelurga dan para sahabatnya.

Mengawali tahun baru 2011 ini, tentu saja kita semua berharap agar di tahun ini kehidupan kita semakin baik dan lebih berkualitas. Sebagai insan sosial tentu saja kita tidak luput dari kehidupan orang lain bahkan lingkungan. 

Melalui media ini saya berharap dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan konstituen Partai Persatuan Pembangunan untuk dapat berinteraksi dan memberikan informasi agar dalam membuat kebijakan dapat bermanfaat dan berpihak bagi kepentingan masyarakat luas.

Saya terbuka untuk menerima berbagai masukan baik saran, kritik dan informasi yang tentu saja berguna bagi peningkatan kualitas kebijakan yang akan dibuat oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Demikian salam pembuka ini saya sampaikan, terima kasih atas segala perhatian dan dukungan Anda semua.

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq
     Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.


Jakarta, Januari 2011



BELLY BILALUSALAM
Anggota Komisi "E" 
DPRD Prov. DKI Jakarta